PERBANDINGAN CYBERLAW DIBERBAGAI
NEGARA
CYBERLAW
Cyberlaw merupakan salah satu solusi dalam menangani
kejahatan di dunia maya yang kian meningkat jumlahnya. Cyberlaw bukan saja
keharusan, melainkan sudah merupakan suatu kebutuhan untuk menghadapi kenyataan
yang ada sekarang ini, yaitu banyaknya berlangsung kegiatan cybercrime. Tetapi
Cyberlaw tidak akan terlaksana dengan baik tanpa didukung oleh Sumber Daya
Manusia yang berkualitas dan ahli dalam bidangnya. Tingkat kerugian yang
ditimbulkan dari adanya kejahatan dunia maya ini sangatlah besar dan tidak dapat
dinilai secara pasti berapa tingkat kerugiannya. Tetapi perkembangan cyberlaw
di Indonesia ini belum bisa dikatakan maju. Oleh karena itu, pada tanggal 25
Maret 2008 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Undang-Undang Informasi
dan Transaksi Elektronik (UU ITE). UU ITE ini mengatur berbagai perlindungan
hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi
maupun pemanfaatan informasinya. Sejak dikeluarkannya UU ITE ini, maka segala
aktivitas didalamnya diatur dalam undang-undang tersebut. Cyberlaw ini sudah
terlebih dahulu diterapkan di Negara seperti Amerika Serikat, Eropa, Australia,
dan lain sebagainya.
INDONESIA
Indonesia memang baru belakangan ini serius menanggapi
kejadian-kejadian yang ada di dunia maya. Dari dulu undang-undang untuk dunia
cyber dan pornografi hanya menjadi topik yang dibicarakan tanpa pernah serius
untuk direalisasikan. Tapi sekarang Indonesia telah memiliki Cyberlaw yang
biasa disebut UU ITE.
Secara umum, bisa kita simpulkan bahwa UU ITE boleh
disebut sebuah cyberlaw karena muatan dan cakupannya luas membahas pengaturan
di dunia maya. Mungkin anda sedikit malas membaca pasal-pasal ITE yang tidak
sedikit itu sehingga secara garis besar UU ITE dapat disimpulkan sebagai
berikut:
·
Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang
sama dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai
dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas
batas)
·
Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti
lainnya yang diatur dalam KUHP
·
UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan
perbuatan hukum, baik yang berada di wilayahIndonesiamaupun di
luarIndonesiayang memiliki akibat hukum diIndonesia
·
Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual
·
Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada
Bab VII (pasal 27-37):
1.
Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
2.
Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita
Kebencian dan Permusuhan)
3.
Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
4.
Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin,
Cracking)
5.
Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan
Informasi)
6.
Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi
Rahasia)
7.
Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?))
8.
Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik(phising?))
Namun UU ITE Indonesia masih banyak harus mengalami
revisi dan pembaruan, karena masih belum lengkapnya aturan-aturan untuk
pelanggaran di dunia maya. Seperti masalah spamming, penyebaran spam sangat
mengganggu pengguna internet.
Undang-Undang Dunia Maya
Undang-Undang Dunia Maya di Amerika Serikat
• Electronic Signatures in Global and National
Commerce Act
• Uniform Electronic Transaction Act
• Uniform Computer Information Transaction Act
• Government Paperwork Elimination Act
• Electronic Communication Privacy Act
• Privacy Protection Act
• Fair Credit Reporting Act
• Right to Financial Privacy Act
• Computer Fraud and Abuse Act
• Anti-cyber squatting consumer protection Act
• Child online protection Act
• Children’s online privacy protection Act
• Economic espionage Act
• “No Electronic Theft” Act
Undang-Undang Khusus:
• Computer Fraud and Abuse Act (CFAA)
• Credit Card Fraud Act
• Electronic Communication Privacy Act (ECPA)
• Digital Perfomance Right in Sound Recording Act
• Ellectronic Fund Transfer Act
• Uniform Commercial Code Governance of Electronic
Funds Transfer
• Federal Cable Communication Policy
• Video Privacy Protection Act
Undang-Undang Sisipan:
• Arms Export Control Act
• Copyright Act, 1909, 1976
• Code of Federal Regulations of Indecent Telephone
Message Services
• Privacy Act of 1974
• Statute of Frauds
• Federal Trade Commision Act
• Uniform Deceptive Trade Practices Act
Undang-Undang Dunia Maya di Eropa
Undang-Undang Khusus:
·
Convention on Cybercrime, 23.XI.2001
Undang-Undang Sisipan:
• E-Privacy Directive 2002/58/EC: Processing of
Personal Data and the Protection of Privacy in Electronic Communication Sector
• E-Commerce Directive 2000/31/EC: Legal Aspects of
Information Society Services, in Particular Electronic Commerce, in th
eInternet Market.
• Telecommunications Privacy Directive 97/66/EC:
Processing of Personal Data and th eProtection of Privacy in the
Telecommunication Sector.
• Data Protection Directive 95/46/EC: Protection of
Individuals with Regard the Processing of Personal Data and the Free Movement
of Such Data.
Undang-Undang Dunia Maya di Australia
• Digital Transaction Act
• Privacy Act
• Crimes Act
• Broadcasting Service Amendment (online service) Act
CYBER LAW NEGARA MALAYSIA
Malaysia adalah salah satu negara yang cukup fokus
pada dunia cyber, terbukti Malaysia memiliki Computer Crime Act (Akta Kejahatan
Komputer) 1997, Communication and Multimedia Act (Akta Komunikasi dan
Multimedia) 1998, dan Digital Signature Act (Akta Tandatangan Digital) 1997.
Digital Signature Act 1997 merupakan Cyberlaw pertama
yang disahkan oleh parlemen Malaysia. Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk
memungkinkan perusahaan dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik
(bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis.
Computer Crimes Act 1997 menyediakan penegakan hukum
dengan kerangka hukum yang mencakup akses yang tidak sah dan penggunaan
komputer dan informasi dan menyatakan berbagai hukuman untuk pelanggaran yang
berbeda komitmen.
Para Cyberlaw berikutnya yang akan berlaku adalah
Telemedicine Act 1997. Cyberlaw ini praktisi medis untuk memberdayakan
memberikan pelayanan medis / konsultasi dari lokasi jauh melalui menggunakan
fasilitas komunikasi elektronik seperti konferensi video.
Dan Communication and Multimedia Act (Akta Komunikasi
dan Multimedia) 1998 yang mengatur konvergensi komunikasi dan industri
multimedia dan untuk mendukung kebijakan nasional ditetapkan untuk tujuan
komunikasi dan multimedia industri.
Communication and Multimedia Act (Akta Komunikasi dan
Multimedia) 1998 kemudian disahkan oleh parlemen untuk membentuk Malaysia
Komisi Komunikasi dan Multimedia yang merupakan peraturan dan badan pengawas
untuk mengawasi pembangunan dan hal-hal terkait dengan komunikasi dan industri
multimedia.
Tapi kali ini saya hanya membahas tentang Computer
Crime Act, karena kita lebih fokus pada cybercrime. Secara umum Computer Crime
Act, mengatur mengenai:
·
Mengakses material komputer tanpa ijin
1.
Menggunakan komputer untuk fungsi yang lain
2.
Memasuki program rahasia orang lain melalui
komputernya
3.
Mengubah / menghapus program atau data orang lain
4.
Menyalahgunakan program / data orang lain demi
kepentingan pribadi
CYBER LAW NEGARA SINGAPORE :
The Electronic Transactions Act telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk menciptakan
kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik
di Singapore.
ETA dibuat dengan tujuan :
• Memudahkan komunikasi elektronik atas pertolongan arsip elektronik yang dapat
dipercaya;
• Memudahkan perdagangan elektronik, yaitu menghapuskan penghalang perdagangan
elektronik
yang tidak sah atas penulisan dan persyaratan
tandatangan, dan untuk mempromosikan
pengembangan dari undang-undang dan infrastruktur
bisnis diperlukan untuk menerapkan menjamin mengamankan perdagangan
elektronik;
• Memudahkan penyimpanan secara elektronik tentang dokumen pemerintah dan
perusahaan
• Meminimalkan timbulnya arsip alektronik yang sama (double), perubahan yang
tidak disengaja dan disengaja tentang arsip, dan penipuan dalam
perdagangan elektronik, dll;
• Membantu menuju keseragaman aturan, peraturan dan mengenai pengesahan dan
integritas dari arsip elektronik; dan
• Mempromosikan kepercayaan, integritas dan keandalan
dari arsip elektronik dan perdagangan elektronik, dan untuk membantu
perkembangan dan pengembangan dari perdagangan elektronik melalui
penggunaan tandatangan yang elektronik untuk menjamin keaslian dan integritas
surat menyurat yang menggunakan media elektronik.
Didalam ETA mencakup :
• Kontrak Elektronik
Kontrak elektronik ini didasarkan pada hukum dagang online yang
dilakukan secara wajar dan cepat serta untuk memastikan bahwa kontrak
elektronik memiliki kepastian hukum.
• Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan
Mengatur mengenai potensi / kesempatan yang dimiliki oleh network
service provider untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti
mengambil, membawa, menghancurkan material atau informasi pihak ketiga yang
menggunakan jasa jaringan tersebut.
• Tandatangan dan Arsip elektronik
Hukum memerlukan arsip/bukti arsip elektronik untuk menangani kasus-kasus
elektronik, karena itu tandatangan dan arsip elektronik tersebut harus sah
menurut hukum.
Di Singapore masalah tentang privasi,cyber crime,spam,muatan
online,copyright,kontrak elektronik sudah ditetapkan.Sedangkan perlindungan
konsumen dan penggunaan nama domain belum ada rancangannya tetapi online
dispute resolution sudah terdapat rancangannya.
CYBER LAW NEGARA VIETNAM :
Cyber crime,penggunaan nama domain dan kontrak elektronik di Vietnam suudah
ditetapkan oleh pemerintah Vietnam sedangkan untuk masalah perlindungan
konsumen privasi,spam,muatan online,digital copyright dan online dispute
resolution belum mendapat perhatian dari pemerintah sehingga belum ada
rancangannya.
Dinegara seperti Vietnam hukum ini masih sangat rendah keberadaannya,hal ini
dapat dilihat dari hanya sedikit hukum-hukum yang mengatur masalah
cyber,padahal masalah seperti spam,perlindungan konsumen,privasi,muatan
online,digital copyright dan ODR sangat penting keberadaannya bagi masyarakat
yang mungkin merasa dirugikan.
CYBER LAW NEGARA THAILAND :
Cybercrime dan kontrak elektronik di Negara Thailand sudah ditetapkan oleh
pemerintahnya,walaupun yang sudah ditetapkannya hanya 2 tetapi yang lainnya
seperti privasi,spam,digital copyright dan ODR sudah dalalm tahap rancangan.
CYBER LAW NEGARA AMERIKA SERIKAT
Di Amerika, Cyber Law yang mengatur transaksi elektronik dikenal dengan Uniform
Electronic Transaction Act (UETA). UETA adalah salah satu dari beberapa
Peraturan Perundang-undangan Amerika Serikat yang diusulkan oleh National
Conference of Commissioners on Uniform State Laws (NCCUSL).
Sejak itu 47 negara bagian, Kolombia, Puerto Rico, dan
Pulau Virgin US telah mengadopsinya ke dalam hukum mereka sendiri. Tujuan
menyeluruhnya adalah untuk membawa ke jalur hukum negara bagian yag berbeda
atas bidang-bidang seperti retensi dokumen kertas, dan keabsahan tanda tangan
elektronik sehingga mendukung keabsahan kontrak elektronik sebagai media
perjanjian yang layak. UETA 1999 membahas diantaranya mengenai :
Pasal 5 :
Mengatur penggunaan dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik
Pasal 7 :
Memberikan pengakuan legal untuk dokumen elektronik, tanda tangan elektronik,
dan kontrak elektronik.
Pasal 8 :
Mengatur informasi dan dokumen yang disajikan untuk semua pihak.
Pasal 9 :
Membahas atribusi dan pengaruh dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik.
Pasal 10 :
Menentukan kondisi-kondisi jika perubahan atau kesalahan dalam dokumen
elektronik terjadi dalam transmisi data antara pihak yang bertransaksi.
Pasal 11 :
Memungkinkan notaris publik dan pejabat lainnya yang berwenang untuk bertindak
secara elektronik, secara efektif menghilangkan persyaratan cap/segel.
Pasal 12 :
Menyatakan bahwa kebutuhan “retensi dokumen” dipenuhi dengan mempertahankan
dokumen elektronik.
Pasal 13 :
“Dalam penindakan, bukti dari dokumen atau tanda tangan tidak dapat dikecualikan
hanya karena dalam bentuk elektronik”
Pasal 14 :
Mengatur mengenai transaksi otomatis.
Pasal 15 :
Mendefinisikan waktu dan tempat pengiriman dan penerimaan dokumen elektronik.
Pasal 16 :
Mengatur mengenai dokumen yang dipindahtangankan.
Undang-Undang Lainnya :
• Electronic Signatures in Global and National Commerce Act
• Uniform Computer Information Transaction Act
• Government Paperwork Elimination Act
• Electronic Communication Privacy Act
• Privacy Protection Act
• Fair Credit Reporting Act
• Right to Financial Privacy Act
• Computer Fraud and Abuse Act
• Anti-cyber squatting consumer protection Act
• Child online protection Act
• Children’s online privacy protection Act
• Economic espionage Act
• “No Electronic Theft” Act
Undang-Undang Khusus :
• Computer Fraud and Abuse Act (CFAA)
• Credit Card Fraud Act
• Electronic Communication Privacy Act (ECPA)
• Digital Perfomance Right in Sound Recording Act
• Ellectronic Fund Transfer Act
• Uniform Commercial Code Governance of Electronic Funds Transfer
• Federal Cable Communication Policy
• Video Privacy Protection Act
Undang-Undang Sisipan :
• Arms Export Control Act
• Copyright Act, 1909, 1976
• Code of Federal Regulations of Indecent Telephone Message Services
• Privacy Act of 1974
• Statute of Frauds
• Federal Trade Commision Act
• Uniform Deceptive Trade Practices Act
Implikasi pemberlakuan RUU ITE
Teknologi informasi dan komunikasi adalah peralatan
sosial yang penuh daya, yang dapat membantu atau mengganggu masyarakat dalam
banyak cara. Semua tergantung pada cara penggunaannya, perkembanagan dunia
cyber atau dunia teknologi informasi dan kumunikasi telah menyebabkan perubahan
sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung cepat, perubahan
peradaban manusia secara global, dan menjadikan dunia ini menjadi tanpa batas,
tidak terbatas oleh garis teritotial suatu negara.
Kehidupan masayarakat modern yang serba cepat
menjadikan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi menjadi sesuatu harga
mutlak, menjadi sesuatu kebutuhan primer yang setiap orang harus terlibat
didalamnya kalau tidak mau keluar dari pergaulan masyarakat dunia, tetapi
pemanfa’aatn teknologi informasi dan komunikasi ini tidak selamanya
dimanfa’atkan untuk kesejahtraan, kemajuan dan peradaban manusia saja di sisi
lain teknologi informasi dan komunikasi ini menjadi suatu senjata ampuh untuk
melakukan tindakan kejahatan, seperti marakanya proses prostiutsi, perjudian di
dunia maya (internet), pembobolan ATM lewat internet dan pencurian data-data
perusahan lewat internet, kesemuanya termasuk kedalam penyalahgunaan teknologi
informasi dan kumunikasi, atau lebih tepatnya kejahatan penyalahgunaan
transaksi elektronik. Itulah alasannya pemertintah indonesia menggesahkan UU
ITE(Informasi dan Informasi elektronik) untuk mengatur penggunaan teknologi
informasi secara luas dan tearah, demi terciptanya masyrakat elektronik yang
selalu menerapkan moral dan etika dalam seluruh aspek kehidupanya.
Manfaat pelaksanaan UU ITE:
1. Transaksi dan sistem elektronik beserta perangkat
pendukungnya mendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus memaksimalkan
manfaat potensi ekonomi digital dan kesempatan untuk menjadi penyelenggara
Sertifikasi Elektronik dan Lembaga Sertifikasi Keandalan.
2. E-tourism mendapat perlindungan hukum. Masyarakat
harus memaksimalkan potensi pariwisata indonesia dengan mempermudah layanan
menggunakan ICT.
3. Trafik internet Indonesia benar-benar dimanfaatkan
untuk kemajuan bangsa. Masyarakat harus memaksimalkan potensi akses internet
indonesia dengan konten sehat dan sesuai konteks budaya indonesia
4. Produk ekspor indonesia dapat diterima tepat waktu
sama dengan produk negara kompetitor. Masyarakat harus memaksimalkan manfaat
potensi kreatif bangsa untuk bersaing dengan bangsa lain
Efektifitas UU ITE Terhadap Tekonologi Informasi
Bila dilihat dari content UU ITE, semua hal penting
sudah diakomodir dan diatur dalam UU tersebut. UU ITE sudah cukup komprehensif
mengatur informasi elektronik dan transaksi elektronik. Mari kita lihat
beberapa cakupan materi UU ITE yang merupakan terobosan baru. UU ITE yang mana
mengakui Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan
tandatangan konvensional (tinta basah dan materai), alat bukti elektronik
diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHAP, Undang-undang ITE
berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum baik yang berada di
wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia, yang memiliki akibat hukum di
Indonesia; penyelesaian sengketa juga dapat diselesaiakan dengan metode
penyelesaian sengketa alternatif atau arbitrase. Setidaknya akan ada sembilan
Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksana UU ITE, sehingga UU ini dapat
berjalan dengan efektif.
Dampak UU ITE bagi Kegiatan Transaksi Elektronik
UU ITE yang disahkan DPR pada 25 Maret lalu menjadi
bukti bahwa Indonesia tak lagi ketinggalan dari negara lain dalam membuat
peranti hukum di bidang cyberspace law. Menurut data Inspektorat Jenderal
Depkominfo, sebelum pengesahan UU ITE, Indonesia ada di jajaran terbawah negara
yang tak punya aturan soal cyberspace law. Posisi negeri ini sama dengan
Thailand, Kuwait, Uganda, dan Afrika Selatan.
Tentu saja posisi itu jauh berada di belakang
negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Bahkan beberapa negara berkembang
lainnya, seperti India, Sri Lanka, Bangladesh, dan Singapura, mendahului
Indonesia membuat cyberspace law. Tak mengherankan jika Indonesia sempat
menjadi surga bagi kejahatan pembobolan kartu kredit (carding).
Pengaruh UU ITE
Sekarang kita tahu maraknya carding atau pencurian
kartu kredit di internet berasal dari Indonesia, hal ini memungkinan Indonesia
dipercaya oleh komunitas ”trust” internasional menjadi sangat kecil sekali.
Dengan hadirnya UU ITE, diharapkan bisa mengurangi terjadinya praktik carding
di dunia maya. Dengan adanya UU ITE ini, para pengguna kartu kredit di internet
dari negara kita tidak akan di-black list oleh toko-toko online luar negeri.
Sebab situs-situs seperti www.amazon.com selama ini masih mem-back list
kartu-kartu kredit yang diterbitkan Indonesia, karena mereka menilai kita belum
memiliki cyber law. Nah, dengan adanya UU ITE sebagai cyber law pertama di
negeri ini, negara lain menjadi lebih percaya atau trust kepada kita.
Dalam Bab VII UU ITE disebutkan: Perbuatan yang
dilarang pasal 27-37, semua Pasal menggunakan kalimat, ”Setiap orang… dan
lain-lain.” Padahal perbuatan yang dilarang seperti: spam, penipuan, cracking,
virus, flooding, sebagian besar akan dilakukan oleh mesin olah program, bukan
langsung oleh manusia. Banyak yang menganggap ini sebagai suatu kelemahan,
tetapi ini bukanlah suatu kelemahan. Sebab di belakang mesin olah program yang
menyebarkan spam, penipuan, cracking, virus, flooding atau tindakan merusak
lainnya tetap ada manusianya, the man behind the machine. Jadi kita tak mungkin
menghukum mesinnya, tapi orang di belakang mesinnya.
Beberapa Hal Mendasar Yang Berubah Pada Masayarakat
Sejauh ini, adanya UU ITE setidaknya merubah cara
masyrakat dalam melakukan transaksi elektronik, diantaranya:
Pengaksesan Situs Porno/Kekerasan/Narkoba
Transaksi yang diperkuat dengan Tanda tangan Elektronik
Penyampaian pendapat dalam dunia maya
Penyebaran file/konten berbahaya (Virus,Spam dll.)
Pengajuan HAKI terhadap informasi/dokumen elektronik,
demi keterjaminan hak.
Blog/Tulisan mengandung isi berbau SARA
Pengaksesan Illegal, serta pemakaian software illegal
Sedikit ulasan dari point diatas, mengacu pada pasal
27-37, hanya akan ditangkap ”Orang Yang Menyebar Virus.” Tapi tampaknya bukan
pembuat virus. Logikanya sederhana, virus tak akan merusak sistem komputer atau
sistem elektonik, jika tidak disebarkan melalui sistem elektronik. Artinya,
bahwa jika sampai virus itu disebarkan, maka si penyebar virus itu yang akan
dikenakan delik pidana. Tentu hal ini harus dibuktikan di pengadilan bahwa si
penyebar virus itu melakukan dengan sengaja dan tanpa hak.
Keseriusan Pemerintah dalam Menegakkan UU ITE
Sesuai dengan catatan Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia, kejahatan dunia cyber hingga pertengahan 2006 mencapai
27.804 kasus. Itu meliputi spam, penyalahgunaan jaringan teknologi informasi,
open proxy (memanfaatkan kelemahan jaringan), dan carding. Data dari Asosiasi
Kartu Kredit Indonesia (AKKI) menunjukkan, sejak tahun 2003 hingga kini, angka
kerugian akibat kejahatan kartu kredit mencapai Rp 30 milyar per tahun. Hal ini
tentunya mencoreng nama baik Negara, serta hilangnya kepercayaan dunia terhadap
Indonesia.
Untuk itulah pemerintah perlu serius menanganani
Transaksi Elektronik yang sudah merambah berbagai aspek kehidupan bernegara.
Langkah Pemerintah dalam Menegakkan UU ITE
Setelah diluncurkan UU ITE, untuk mencegah agar produk
hukum ini tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab
dalam memahami cakupan materi dan dasar filosofis, yuridis serta sosiologis
dari UU ITE ini, Departemen Komunikasi dan Informatikan akan melakukan kegiatan
diseminasi informasi kepada seluruh masyarakat, baik lewat media, maupun
kegiatan sosialisasi ke daerah-daerah. Edukasi kepada masyarakat dapat
dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan menkampanyekan internet sehat
lewat media, membagikan software untuk memfilter situs-situs bermuatan porno
dan kekerasan.
Keterbatasan Pemerintah Dalam Menangani UU ITE
Untuk sekarang ini, kita belum bisa menilai apakah UU
ITE ini ”kurang”. Kita butuh waktu untuk melihat penegakannya nanti. Yang
pasti, beberapa hal yang belum secara spesifik diatur dalam UU ITE, akan diatur
dalam Peraturan Pemerintah, juga peraturan perundang-undangan lainnya. Secara
keseluruhan, UU ITE telah menjawab permasalahan terkait dunia aktivitas/
transaksi di dunia maya, sebab selama ini banyak orang ragu-ragu melakukan
transaksi elektronik di dunia maya karena khawatir belum dilindungi oleh hukum.
Hal yang paling penting dalam kegiatan transaksi elektronik, adalah diakuinya
tanda tangan elektronik sebagai alat bukti yang salah dalam proses hukum. Jadi
seluruh pelaku transaksi elektronik akan terlindungi.
Pada Pasal 31 ayat (3) UU ITE mengatur lawful
interception, tatacara Lawful Interception akan diatur secara detil dalam
Peraturan Pemerintah tentang Lawful Interception. Intinya bahwa penegak hukum
harus mengajukan permintaan penyadapan kepada operator telekomunikasi, atau
internet service provider yang diduga menjadi sarana komunikasi dalam tindak
kejahatan. Jadi permintaan intersepsi tidak dilakukan kepada Depkominfo.
Sosialisasi UU ITE pada Masyarakat
Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Mohammad
Nuh mengatakan, saat ini masih terjadi kesalahpahaman dari masyarakat bahwa
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik sekadar untuk blocking situs porno,
padahal substansinya melingkupi seluruh transaksi berbasis elektronik yang
menggunakan komputer.Sehingga pihaknya terus berupaya melakukan sosialisasi
kepada masyarakat mengenai Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU
ITE.
Tanggapan Masyarakat Terhadap UU ITE
Secara umum masyarakat memandang UU ITE hanya sebagai
formalitas sesaat, yang mana peraturan dan perundang-undang yang disusun, hanya
berlaku jika ada kasus yang mencuat.
Dalam kehidupan sehari-hari baik masyarakat umum
ataupun kaum terpelajar tidak sepenuhnya mematuhi atau mengindahkan UU ITE ini,
terbukti dengan masih tingginya tingkat pelanggaran cyber, penipuan, ataupun
pengaksessan situs porno.
“Kasus `cyber crime` di Indonesia adalah nomor satu di
dunia,” kata Brigjen Anton Taba, Staf Ahli Kapolri, dalam acara peluncuran buku
Panduan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) di Jakarta
Kesimpulan
Dari hasil studi lapangan “Pengaruh Penerapan UU ITE
terhadap Kegiatan Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi” dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut.
1. Pada 25 Maret 2008, DPR telah mengesahkan rancangan
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pengesahan ini
merupakan sesuatu yang menggembirakan dan telah ditunggu-tunggu oleh banyak
pihak untuk keluar dari pengucilan dunia internasional. Sayangnya, masyarakat
terlalu terfokus pada larangan atas pornografi internet dalam UU ITE sehingga
melupakan esensi dari UU ITE itu sendiri. Sebagai sebuah produk hukum, UU ITE
merupakan suatu langkah yang amat berani dengan memperkenalkan beberapa konsep
hukum baru yang selama ini kerap menimbulkan polemik.
2. Dampak UU ITE :
a.Dampak positif:
• Transaksi dan sistem elektronik beserta perangkat
pendukungnya mendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus memaksimalkan
manfaat potensi ekonomi digital dan kesempatan untuk menjadi penyelenggara
Sertifikasi Elektronik dan Lembaga Sertifikasi Keandalan.
• E-tourism mendapat perlindungan hukum. Masyarakat
harus memaksimalkan potensi pariwisata indonesia dengan mempermudah layanan
menggunakan ICT.
• Trafik internet Indonesia benar-benar dimanfaatkan
untuk kemajuan bangsa. Masyarakat harus memaksimalkan potensi akses internet
indonesia dengan konten sehat dan sesuai konteks budaya indonesia
• Produk ekspor indonesia dapat diterima tepat waktu sama
dengan produk negara kompetitor. Masyarakat harus memaksimalkan manfaat potensi
kreatif bangsa untuk bersaing dengan bangsa lain.
b.Dampak negatif:
• Isi sebuah situs tidak boleh ada muatan yang
melanggar kesusilaan. Kesusilaan kan bersifat normatif. Mungkin situs yang
menampilkan foto-foto porno secara vulgar bisa jelas dianggap melanggar
kesusilaan. Namun, apakah situs-situs edukasi AIDS dan alat-alat kesehatan yang
juga ditujukan untuk orang dewasa dilarang? Lalu, apakah forum-forum komunitas
gay atau lesbian yang (hampir) tidak ada pornonya juga dianggap melanggar
kesusilaan? Lalu, apakah foto seorang masyarakat Papua bugil yang ditampilkan
dalam sebuah blog juga dianggap melanggar kesusilaan?
• Kekhawatiran para penulis blog dalam mengungkapkan
pendapat. Karena UU ini, bisa jadi para blogger semakin berhati-hati agar tidak
menyinggung orang lain, menjelekkan produk atau merk tertentu, membuat tautan
referensi atau membahas situs-situs yang dianggap ilegal oleh UU, dll. Kalau
ketakutan menjadi semakin berlebihan, bukanlah malah semakin mengekang
kebebasan berpendapat
• Seperti biasa, yang lebih mengkhawatirkan bukan
UU-nya, tapi lebih kepada pelaksanaannya. Semoga saja UU ini tidak menjadi alat
bagi aparat untuk melakukan investigasi berlebihan sehingga menyentuh ranah
pribadi. Karena seperti Pak Nuh bilang, UU ini tidak akan menyentuh wilayah
pribadi. Hanya menyentuh wilayah yang bersifat publik. Itu kan kata Pak Nuh.
Kata orang di bawahnya (yang mungkin nggak mengerti konteks) bisa
diinterpretasi macam-macam.
3. Disamping banyak manfaat yang dirasakan namun masih
banyak masyarakat yang tidak mengetahui informasi tentang UU ini bahkan ada
yang sama sekali tidak peduli. Pemerintah harus lebih mengembangkan dan
mensosialisasikan UU ITE agar dipahami dan diterapkan oleh masyarakat.
Saran
Perlu dilaksanakan sosialisasi konsep dan penerapan UU
ITE secara menyeluruh, guna terciptanya masyarakat yang mengetahui segala
informasi dan perkembangan tentang undang-undang ini sehingga dapat diterapkan
secara maksimal dalam aplikasi teknologi.
Untuk studi lapangan mengenai Pengaruh Penerapan UU
ITE terhadap Kegiatan Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi selanjutnya,
penulis menyarankan agar metode studi diperluas lagi dengan pengamatan
penerapan UU ITE di sekolah-sekolah di kelas, sehingga hasil analisisnya lebih
efektif lagi. Selain itu, sebaiknya angket tidak hanya ditujukan pada
masyarakat awam tetapi juga pada mahasiswa program studi ilmu komputer dan
teknologi informasi dengan pertanyaan- pertanyaan yang lebih representatif
mengenai informasi dan penerapan undang-undang tersebut.
Sumber
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. http://www.ri.go.id/
Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. http://www.ri.go.id/
UU ITE, Mutlak diperlukan, http://jabar.go.id/user/
detail_berita_umum.jsp?id=588
Satria Wahono, R. 2008. Analisa UU ITE,
http://www.depkominfo.go.id/
Wardiana, W. 2006. Perkembangan Teknologi Informasi di
Indonesia, (http://www.depkominfo.go.id/